Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Pembangunan Outlet Buah Khas Pemalang Yang Sia-sia

Senin, 21 Desember 2009 |

Oleh: Didik Fitrianto
Letak geografis Kabupaten Pemalang terdiri dari dua bagian, dataran rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan, keduanya memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa. Bagian utara yang terdiri dari lahan pertanian (persawahan) yang subur membentang luas dari kecamatan ulujami sampai dengan perbatasan Pemalang – Tegal dibagian barat, potensi perikanannya juga sangat kaya karena memiliki ribuan hektar tambak, belum lagi pemanfaatan pantainya untuk dijadikan obyek wisata. Di bagian selatan yang datarannya tinggi juga menyimpan potensi kekayaan yang menggiurkan, ribuan hektar hutan, lahan pertanian yang sangat subur untuk sayur dan buah-buahan, kekayaan batu alamnya, dan juga potensi obyek wisatanya yang sangat cantik. Itulah potensi sumber daya alam Kabupaten Pemalang yang luar biasa, potensi kekayaan tersebut jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik bisa mensejahterakan masyarakat Pemalang.
Sayangnya potensi sumber daya alam tersebut belum dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah, kalau pun sudah dikelola hasilnya belum maksimal, perencanaannya masih asal-asalan.dan kurangnya koordinasi antar instansi. Akibatnya potensi sumber daya alam tersebut terbengkalai dan tidak menutup kemungkinan akan hilang. Ada beberapa factor yang menyebabkan potensi SDA Kabupaten Pemalang terbengkalai bahkan hilang, pertama oleh kebijakan atau peraturan pemerintah daerah sendiri, misalnya peraturan daerah yang tidak pro investasi dan pelayanan birokrasi yang sangat buruk dan koruptif, akibatnya Kabupaten Pemalang minim investasi, investor lebih tertarik menanamkan investasinya di daerah tetangga misalnya di Pekalongan dan Tegal.yang sudah melakukan reformasi pelayanan public. Salah satu contoh dari peraturan dan birokrasi Kabupaten Pemalang yang tidak pro investasi adalah kasus batalnya kelompok Bakrie menanamkan investasinya untuk mengeksplorasi potensi SDA di daerah moga yang memiliki kekayaan batu alam dengan kwalitas dunia. Bisa dibayangkan apabila investasi tersebut benar-benar terwujud, pendapatan daerah akan bertambah dan kesejahteraan masyarakat sekitar bisa terangkat.
Kedua, karena kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah pusat yang ikut andil menghilangkan potensi SDA Kabupaten Pemalang salah satunya adalah proyek jalan tol Brebes – Batang yang tentunya akan melewati daerah kita tercinta. Akibat pembebasan lahan untuk proyek jalan tol tersebut akan ada ribuan hektar sawah hilang di Kabupaten Pemalang yang akan berpengaruh terhadap hasil pertanian Kabupaten Pemalang yang selama ini terkenal sebagai lumbung beras di kawasan Pantura. Hilangnya ribuan hektar sawah tersebut juga akan diikuti hilangnya mata pencarian ribuan petani yang selama ini mengandalkan hidupnya dari bertani baik sebagai buruh maupun sebagai pemilik lahan. Belum lagi kalau nanti mega proyek PLTU Pemalang jadi dibangun tentunya akan banyak lahan yang akan digusur juga.
Ketiga karena perencanan yang asal-asalan dan kurangnya koordinasi antar instansi. Untuk masalah ini contoh nyatanya adalah pembangunan outlet buah khas Pemalang oleh dinas pertanian dan kehutanan Kabupaten Pemalang yang terletak di Jalan Prof. Yamin (Depan terminal bus Pemalang atau kawasan ring road), gedung yang megah dan luas tersebut mangkrak dan sia-sia. Pertanyaannya untuk apa gedung yang menghabiskan ratusan juta tersebut dibangun kalau ternyata tidak digunakan? Inilah bentuk perencanaan yang asal-asalan, kurang koordinasi antar instansi dan tentunya hanya menghambur-hamburkan uang rakyat. Perencanaan yang asal-asalan bisa dilihat dari letak gedung tersebut yang tidak strategis. Walau pun kemudian dibangun sentra pasar buah dan sayuran di dekat lokasi tersebut, tetap saja outlet buah tersebut belum dimanfaatkan.
Penggunaan anggaran untuk hal-hal yang tidak bermanfaat adalah ciri dari sebuah pemerintahan korup. Kasus pembangunan outlet buah yang mangkrak bisa kita jadikan contoh betapa buruknya pengelolaan anggaran sebuah instansi/dinas untuk hal-hal yang sia-sia, padahal dana untuk pembangunan gedung tersebut berasal dari uang rakyat. Sangat lucu dan tidak masuk akal ketika sebuah outlet buah dibangun di areal persawahan, pertanyaan bodohnya adalah siapa yang mau beli? Walaupun outlet tersebut berada di dekat jalan ring road jalur Pemalang – Jakarta tetap saja pengguna jalan tidak akan tertarik untuk belanja apabila outlet tersebut dibuka. Kita jadi bertanya-tanya teori pemasaran mana yang digunakan oleh dinas tersebut membangun sebuah gedung untuk jualan tapi letaknya di persawahan, sekali lagi yang mau beli siapa? Akan lebih baik apabila uang yang ratusan juta untuk membangun outlet tersebut digunakan untuk pelatihan-pelatihan dan modal kepada para petani. Sayangnya, kwalitas birokrasi di Pemalang memang seperti itu, kemampuanya hanya untuk menghambur-hamburkan uang rakyat untuk hal-hal yang tidak bermutu.
Pertanggungjawaban ke public oleh dinas yang membangun gedung tersebut sampai sekarang belum jelas. Padahal dinas tersebut sudah menyia-yiakan uang rakyat. Tidak adanya pertanggungjawaban dari dinas terkait mungkin karena fungsi pengawasan sama buruknya. DPRD sebagai lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah pun mandul. Padahal mereka terpilih oleh rakyat, harusnya ketika ada kebijakan yang merugikan rakyat mereka harusnya berada di garda depan untuk membelanya. Sayangnya harapan masyarakat terhadap DPRD masih sebatas mimpi karena kinerja anggota DPRD sama buruknya dan tidak bisa diandalkan, padahal mereka digaji dari uang rakyat. Instansi pemerintah yang mempunyai wewenang pengawasan seperti Inpektorat (dulu Bawasda) juga kinerjanya tidak maksimal, mungkin fungsi pemeriksaannya hanya sebagai basa-basi saja karena yang diperiksa sama-sama instansi pemerintah. LSM yang harusnya sebagai agen perubahan pun nyaris tidak terdengar kiprahnya untuk mengontrol penyelewengan penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah.
Saat lembaga-lembaga yang mestinya bertugas untuk membela kepentingan public tidak berfungsi lagi dan tidak bisa diandalkan, tugas pengawasan kini berada di pundak kita semua sebagai masyarakat Pemalang. Kita jangan lagi hanya sebagai penonton saja tetapi sebagai pemain dalam proses pembangunan kota kita tercinta. Kita tidak bisa lagi membiarkan kesewenang-wenangan di depan mata kita terjadi terus menerus, kita bukan masyarakat bodoh yang terus mengangguk ketika disuguhi kebijakan-kebijakan public yang manipulatif, kita tidak akan pernah rela uang pajak yang sudah kita bayar hanya untuk membiayai kehidupan mewah para penguasa, dan kita tidak akan rela kota yang kita cintai ini dikuasai dan dirusak oleh segelintir orang yang tidak bertanggungjawab. Kini saatnya masyarakat Pemalang harus berani melakukan perlawanan terhadap para pengambil kebijakan yang koruptif. Kita harus belajar dari masyarakat yang ada di cilacap dan sleman yang berani melakukan perlawanan dan memenjarakan pejabatnya yang korup. Kapan kita melakukannya???
Yakin kita bisa!!! (Didik Fitrianto)***

Percepatan Gerak Demi Kemajuan Pemalang

Selasa, 17 Maret 2009 |

Oleh : JOKO PRIYANTO

Diawali dari keprihatian dengan semakin terpuruknya bangsa Indonesia di bidang Ekonomi, Politik, Sosial dan budaya yang berdampak luas kepada melemahnya daya saing bangsa kita terhadap negara lain.
Saat ini apapun barang yang kita beli elektronik, otomotif kebanyakan adalah barang merk dari negara luar. Toko-toko besar, super mall juga sudah menjadi milik asing. Sedihnya lagi BUMN kita sudah beberapa yang dijual dengan modal ataupun sahamnya telah dimiliki asing.
Kita sekarang hanya terus jadi penonton dan terus membeli produk-produk luar tersebut, tanpa bisa memproduksi barang-barang merk sendiri. Akhirnya yang mendapatkan keuntungan adalah Negara luar. Jika kondisi seperti itu dibiarkan terus menerus dan kita tidak segera punya inisiatif untuk merubah cara berfikir dan bertindak, maka dalam beberapa tahun kedepan dipastikan akan terjadi lagi Krisis Moneter ( KRISMON ) karena terjadi Capital Flight (larinya uang ke negara luar) terus menerus akibat transaksi perdagangan masyararat dalam membeli produk luar, kas Negara kita akhirnya kosong, akhirnya dalam kasus tersebut negara Indonesia mengatasinya dengan hutang kepada Negara luar. Makin hari makin besar dan numpuk deh hutang negara kita, yang kasihan adalah anak dan cucu kita, wong dapet warisan kok warisan hutang ?

Maksud dan Tujuan

Kabupaten Pemalang adalah tempat kita dan keluarga kita berasal, dimanapun kita berada pasti akan mengingatnya, bahkan kalo perlu dengan segala upaya akan berusaha untuk mudik bersama-sama berdesak-desakkan saat lebaran, apapun yang terjadi saking kangennya dengan pemalang..
Marilah kita tatap pemalang kabupaten kita tercinta dengan obyektif. Saat ini sungguh tertinggal jauh dengan kabupaten2 tetangga kita, Tegal maupun Pekalongan. Pemalang tidak punya sumber kekayaan alam mineral seperti emas, minyak bumi, gas, batubara dll sehingga sumber pendapatan daerah pemalang sangatlah kecil. Yang baik pemalang adalah meningkatkan keahlian dan kepandaian Sumber Daya Manusia ( SDM ) hingga dapat bersaing dalam mengusai Iptek ( Ilmu pengetahuan dan Teknologi ) seperti halnya negeri Jepang yang tidak memiliki sumber daya alam tetapi karena sumber daya manusianya handal jepang menjadi Negara dengan ekonomi paling kuat di dunia. Tegal pun maju karena memiliki sentra-sentra industri dengan skala nasional seperti Teh botol Sosro, industri Shutlle Cock dan banyak lagi, sementara Pekalongan dengan Industri Batiknya
Kita tidak usah berdebat dan buang waktu untuk mencari-cari sebab kenapa kita tertinggal, yang baik dan mulai kita lakukan sekarang adalah dengan menumbuhkan sikap Kebersamaan, Guyub, gotong royong dengan persatuan dan saling membina dengan tulus kepada sesama pemuda pemalang untuk meningkatkan diri kita semua supaya kita menjadi lebih cerdas dan pintar hingga kita mampu secara bersama-sama dan bersatu untuk bersaing dengan bangsa manapun.
Untuk itu mari kita lakukan hal yang terbaik yang mampu kita lakukan untuk Pemalang dan Indonesia mulai sekarang.

PR awal adalah :

1.ciptakan Kekompakan ( Kebersamaan/guyub ) antar sesama pemalang harus dibina dengan baik. ( mudah2an embrionya bisa kita bentuk dari group ini).

2. membuang jauh anasir-anasir negatif dari kab pemalang ( di pemda maupun di masyarakat ).

3. Adanya komunikasi yang baik antar warga pemalang baik yang berada di luar maupun dalam pemalang.

4. awali dari diri kita sendiri masing2 dengan berbuat benar2 IKHLAS ( tidak hanya slogan) untuk membuat perubahan yang baik dengan berbuat yang benar dan bermanfaat ( dengan urutan sbb : berbuat baik untuk sendiri, keluarga, kabupaten, negara dan seterusnya )

Komentar:

1. CAMBARI ALCLAREANO (Universitas Indonesia)

Bangsa Pemalang menurut saya adalah bangsa yang egaliter tinggi.
umumnya low profile sehingga sulit memunculkan trigger yg vokal utk mendobrak budaya alamiah bangsa jawa sejak lama: feodal.
kita lihat pemimpin simbolik di kabupaten ini, itu lagi itu lagi.
padahal, kemampuan SDM pemalang sangat tinggi potensinya utk menciptakan perubahan (revolusi) di masyarakat. tentu menuju kemajuan besar: madani.
bagi saya pribadi, kemajuan di masyarakat harus itikad orang banyak (masy.pemalang menyeluruh). bukan itikad sedikit manusia. dengan demikian, yg perlu dikembangkan juga bagaimana kita bisa terus berbagi pengalaman dan menyumbangkan pemikiran yg baik di masyarakat.
masyarakat jangan sampai menjadi narapidana keyakinan (prisoners of belief/ Matthew McKay dan Patrick Fanning 1991). dimana mereka dengan kondisi faktualnya, memposisikan diri sebagai yg tertindas, terlemah, selalu dibohongi dan tidak punya potensi utk berubah ke arah kemajuan.

2. YUDHA RIZKIE

Sebenere g masalah ama SDM pemalang...aku yakin berkualitas kok...
Buktine banyak orang pemalang yang berhasil di tempat lain...
Sebenere masalahnya menurut saya ada di pemerintahan Pemalang sendiri sangat sedikit kepedulian mereka terhadap orang lain yang ada di tempat lain...
Coba kalo pemerintah sedikit memfasilitasi paling gak jemput bola...Pasti Pemalang maju pa lagi ditunjang dengan lokasinya yang strategis...
terus yang berikutnya memang di Pemalang harus diakui tidak ada Industri besar yang menyerap banyak lapangn kerja kita tertinggal dengan daerah sekitar namun sebenere bisa diatasi dengan memperbanyak UKM atau mengembangkan usaha ekonomi kreatif..dari situ bisa dipacu pertumbuhan ekonomi...
terus Wisata juga perlu dikembangkan...Banyak tempat wisata di Pemalang yang belum dikembangkan..
jadi yang terpenting harus ada terobosan dari Pemerintah...
Tapi terus terang saya kurang yakin dengan yang sekarang masih berpaham lama soale semoga 2 tahun lagi terjadi perubahan karena ya udah g mungkin nyalon lagi juga kan???udah 2 periode sih...
Sori kalo tulisan ini ada pihak2 yang kurang berkenan...Tapi memang gitu yang saya lihat di Tempat kelahiranku tercinta.

3. PENDY PENDALUNGAN

Assalamualaikum....
nyuwun ijin nderek diskusi.
menurut saya pemalang ga kurang SDm nya.
bener juga kata mas joko selaku pendiri group ini.banyak lokasi pariwisata di pemalang yang berpotensi. sebagai misal : pantai widuri kebanggan kota pemalang, pantai "nyamplung sari" terletak di tepi utara kecamatan petarukan yang belum terealisasikan dan terkelola dengan baik. untuk saat ini saja pengelolahan "pantai Nyamplung sari" masih ditangani oleh penduduk sekitar pantai tersebut (setau saya, soalnya hampir tiap pulang kampung maen kesana dan karcis nya ala kadarnya). ketiga wisata pantai blendung. Dulu sewaktu saya masih sekolah, sering setiap kali pulang sekolah maen dulu ke sana walopun jauh (secara SMK sapra iser) tapi dengan alasan pemandangan nya bagus sama panorama pantainya yg indah jarak jauh pun ga terasa, tapi terakhir saya kesana (tahun kemaren)semuanya berubah total, dolo disana ada rumah2 tempat berteduh sudah tidak ada, bahkan pantainya gersang padahal dolo banyak pepohonan dan tempat duduk di tepi pantai itu, sempet tanya warga yang kebetulan lagi nanam bunga melati katanya sudah ga diurus kaya dolo.
Semoga pemda bisa merealisasikan wisata pantai di kota pemalang tercinta.

4. SETYADI JATI RAHARJO

Memang menyedihkan melihat pantai di Pemalang, tapi disisi lain itu menjadi hal luar biasa, karena pantai pemalang ternyata mempunyai laut dalam, sehingga memang sudah ada wacana untuk memindahkan pelabuhan lain kepemalang dikarenakan pelabuhan lain sudah mengalami pendangkalan pantai, mudah2an strategi kelautan dan industri berjalan seimbang dan beriringan, karena kita sudah diberi kelebihan pantai untuk mendukung prasarana tsb.

5. URIP SR

Semua urun rembugnya bagus-bagus dan kritis.
Tapi untuk mengurai akar permasalahan yang terjadi di Pemalang adalah melalui polling/jajak pendapat. Dari hasil polling itu nantinya ketahuan disektor mana yang perlu ditangani, apakah semua lini mengalami penurunan, apakah krisis kepemimpinan dsb. Bikin polling sebar lewat sekolah, umum, pegawai. Dari tiga strata itu nantinya mewakili mayoritas penduduk Pemalang.
Benang merah dari hasil polling bisa dijadikan masukan untuk para wakil rakyat agar menekan pihak eksekutif untuk segera membenahi kekurangannya.
Tentu hasil polling itu kita suguhkan dalam bentuk proposal.
Melalui teman2 di komunitas ini juga bisa, Mas Joko Priyanto sang kreator tar yang menindak lanjuti teman2 semua.
Demi kemajuan Kota tercinta P-E-M-A-L-A-N-G

Catatan Admin:
Topik Diskusi ini berjudul "Percepatan Gerak"
diunduh dari Pemalang Komunitas Facebook Group
Atas ijin sang kreator (Joko Priyanto).

Foto: Heri Susyanto
http://thesimpleplanet.com/

INGIN KAMPUNG MOGA MELEK HURUF

Sabtu, 14 Maret 2009 |

Oleh :ARFIANTO PURBOLAKSONO  

Desa Moga sebuah daerah yang terletak di daerah lereng Gunung Slamet, termasuk dalam wilayah Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Sebuah tempat yang sejuk dan dihiasi pemandangan panorama pegunungan yang menjulang, serta hamparan hijaunya tanaman hasil tani di daerah tersebut.  

Desa itu secara sosio kultur sangat kuat dalam religiusitas warga masyarakatnya. Ini terlihat dengan adanya tiga pondok pesantren di desa ini, yang dihuni oleh ratusan santrinya, dan sekolah yang berbasis keagamaan di wilayah itu. Di setiap gang terdapat mushola dan terdapat dua masjid di desa tersebut yang selalu diisi penuh oleh warga masyarakatnya ketika masuk waktu shalat. Gema sholawat serta doa tidak henti-hentinya dipanjatkan ketika akhir shalat. Dan ternyata hal inilah kebiasaan masyarakat moga yang telah berjalan sejak lama, tak ayal daerah ini sering di sebut “ Serambi Mekahnya “ Kota Pemalang. 
 
Desa Moga yang ramah ini, ternyata menyimpan permasalahan yang cukup pelik di kemudian hari. Lalu apakah permasalahan itu? Permasalahan itu adalah Buta Aksara yang dialami oleh sebagian besar warga Desa Moga. Tercatat sebanyak 102 warga masyarakat dengan usia produktif ( 14-44 Tahun ) mengalami buta aksara, dari 1092 KK yang ada di desa tersebut ( Hal ini yang tercatat dinas Diknas Kab.Pemalang ). Data tersebut memang tidak dapat mewakili secara menyeluruh kondisi buta aksara di Desa Moga. Apalagi data terakhir adalah data yang diperoleh tahun lalu, dan disinyalir angka diatas bertambah. 
 
Jika dilihat permasalahan diatas, permasalahan buta aksara di Desa Moga dikarenakan rendahnya pendapatan warga masyarakat Moga sehingga faktor pendidikan kurang diperdulikan oleh masyarakat sekitar. Kebanyakan warga yang lulus hingga perguruan tinggi sebanyak 44 orang dan yang lulus sampai SMU sebanyak 237 orang. Selebihnya mereka putus sekolah dari tingkat SD maupun tingkat SMP. 
 
Mahalnya biaya pendidikan menjadi keluhan utama dari masyarakat Moga yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani hutan, buruh bangunan serta pedagang, biaya pendidikan seperti layaknya sesuatu yang tergantung tinggi di mata mereka. Tak heran jika banyak orang yang putus sekolah tingkat dasar mengalami lupa aksara sehingga menyebabkan mereka kembali buta aksara. 
 
Gambaran masyarakat buta aksara memang identik dengan kantong kemiskinan pengetahuan, keterampilan, dan keterbelakangan. Oleh karena itu, fenomena desa tertinggal alias desa miskin memang senantiasa bersentuhan langsung dengan karakteristik masyarakatnya yang bercirikan keterbatasan sumber daya baik sumber daya alam apalagi sumber daya manusianya. 
 
Banyaknya lembaga pendidikan keagamaan serta pengajian-pengajian rutin yang diselenggarakan di daerah tersebut sebenarnya dapat dijadikan modal sosial bagi warga masyarakat Moga. Namun sampai saat ini, hal tersebut belumlah menunjukkan peranan yang sangat signifikan. Pesantren maupun kelompok pengajian setempat terlalu asik dengan mengkaji kitab-kitab yang menjadi bahan rujukan beragama mereka. Sehingga hal yang paling urgent seperti kemampuan baca, menulis dan berhitung bagi masyarakat sekitar tidaklah terlalu dihiraukan. 
 
Strategi pemberantasan; melalui pendekatan kebudayaan 
 
Melihat kompleksitas permasalahan pendidikan di Desa Moga, maka barang tentu ini menjadi persoalan bersama bagi seluruh elemen yang ada di desa tersebut. Pemerintah daerah, perangkat desa, serta organisasi keagamaan yang berada di daerah tersebut seharusnya dapat menjadikan permasalahan buta aksara ini menjadi hal yang urgent. Oleh karena itu jika tidak segera dilakukan upaya yang nyata dari seluruh elemen diatas, maka Desa Moga yang banyak menyimpan potensi alam akan sangat sulit berkembang. Jika tidak di dahului dengan pembangunan sumber manusianya itu sendiri, yaitu warga masyarakat Moga. 
 
Dengan pemberantasan buta aksara yang menjadi permasalahan yang besar bagi Desa Moga, maka menurut penulis, strategi yang coba dilakukan melalui pendekatan kebudayaan lokal Desa Moga sendiri. Apalagi jika kita melihat skema globalisasi dengan spirit neoliberalismenya, maka akan menjadi tantangan besar bagi warga Moga ke depannya. Tuntutan bagi negara yang mengikuti arus besar globalisasi mau tidak mau bahwa kebudayaan lokal pun akan terkikis dan beralih kepada kebudayaan ala neoliberalisme. Ancaman inilah yang seharusnya dapat kita proyeksikan ke depan bahwa negara ini akan menjadi pasar dunia. Bahkan Desa Moga pun yang menyimpan potensi alamnya akan terbawa menjadi pasar itu sendiri. Dan akhirnya masyarakat Moga pun akan menjadi korban skema besar tersebut, jika tidak dilakukan pembangunan sumber daya manusianya. Kemudian bagaimana strateginya, penulis berpendapat bahwa kita harus dapat mendudukan dahulu apa itu kebudayaan? Ashadi Siregar mengungkapkan bahwa Kebudayaan dapat dilihat bagaimana warga berbuat sesuatu yang bermakna (sebagai proses) dan hasil perbuatan (produk). Manakala perbuatan dan hasilnya ini dicitrakan melekat pada kolektivitas suatu daerah, maka disebut sebagai kebudayaan daerah (lokal). Kebudayaan merupakan sebuah praktik yang dilakukan oleh warga masyarakatnya sehari-hari. Makna dari sebuah kebudayaan pada hakikatnya ada tiga poin yang ada di dalamnya, yaitu nilai keilmuan, nilai etika, dan nilai estetika. 
 

Oleh karena itu kegiatan berkebudayaan dapat dikatakan bahwa jika warga masyarakat melakukan kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang mencakup tiga poin diatas. Maka persoalan kebudayaan sebenarnya ialah bagaimana penyiapan masyarakat kepada kapasitas tertentu dan berada di dalamnya. Proses penyiapan ini disebut dengan proses pendidikan. Jika kita meninjau permasalahan diatas maka ternyata ada yang salah jika kita mengartikan bahwa kebudayaan terpisah dengan permasalahan pendidikan. Pada saat ini, pendidikan pun hanya dijadikan produk bukan sebuah proses berkebudayaan. Maka tidak aneh jika melihat pendidikan kita yang terjual dengan harga yang setinggi langit. Sehingga banyak anak bangsa ini yang tidak dapat mengenyamnya. Begitu pula apa yang terjadi di daerah Desa Moga. Desa Moga yang memiliki kebudayaan yang bersumber akan religiusitas warganya seharusnya menjadi modal awal bagi proses pendidikan tersebut. Lembaga seperti pesantren maupun kelompok-kelompok pengajian menjadi penting peranannya sebagai institusi pendidikan. Institusi pendidikan disini tidak lagi hanya dikotomikan antara institusi pendidikan formal yaitu sekolah umum dengan pesantren maupun pengajian-pengajian tadi. Tetapi fungsi dari institusi pendidikan adalah memproses warga agar memiliki kemampuan berpraktik kebudayaan, dengan orientasi utama untuk dimensi keilmuan, disusul kemudian dimensi etika dan estetika. Jadi modal awal dari Desa Moga ini yang memiliki beberapa pesantren dan kelompok-kelompok pengajian seharusnya dapat di optimalkan, asal juga di berengi oleh perubahan paradigma yaitu bagaimana pesantren serta kelompok pengajian tadi bukan hanya sebagai wadah pengkajian kitab-kitab yang menjadi rujukan mereka menuju akhirat kelak tetapi juga pendorong bagi pembangunan sumberdaya manusia Desa Moga.***

diunduh dari Aspirasi anda http://www.pemalangkab.go.id